twitter


Polisi lalu lintas atau yang sering disingkat polantas bertugas untuk mengatur lalu lintas, juga memiliki pekerjaan sampingan yaitu memeriksa kelengkapan para pengguna jalan khususnya pengendara bermotor, baik surat-surat resmi maupun kelengkapan keamanan saat berkendara. Apa yang dilakukan polantas untuk menegakkan keamanan pada saat berkendaraan. Pemeriksaan ini dilakukan dengan razia yang secara acak dilakukan pada waktu dan tempat yang tertentu pula.

Namun sayangnya pekerjaan sampingan polantas itu justru beralih pada perkerjaan utama yang lebih menghasilkan rupiah daripada pekerjaan rutinnya sebagai pengatur jalan. Hal ini demikian terjadi karena  pekerjaan sampingan polantas yang tadinya hanya memeriksa, justru bergeser mengadili di tempat dengan seenaknya mematok harga denda yang ditentukan sendiri dan dapat di negosiasikan dengan pelanggar. Jelaslah uang yang disebut denda pelanggaran itu akan masuk ke dompet polisi atau langsung ditukar dengan rokok, bensin, ataupun pulsa sesuai dengan kebutuhan polantas tersebut. Hal ini tidak bisa dielak sebab para pelanggarpun pasti akan memilih membayar denda atau lebih tepatnya menyonggok polisi tersebut dengan iming-iming terhidar dari denda yang lebih besar lagi maupun sidang ataupun proses yag ribet sampai dengan penyitaan kendaraan sementara. Dukungan yang diberikan sang pelanggar ini justru sangat menguntungkan polantas dan memberi peluang untuk terjadinya hal serupa dalam setiap pemeriksaan. Akan terciptanya hubungan simbiosis mutualisme antara pelanggar dan polantas.

Ketika kita mengalami pelanggaran akan diberi dua slip yaitu slip merah sebagai pembelaan dari pelanggaran yang kita lakukan sehingga dibawa ke sidang dan slip biru sebagai pengakuan kesalahan dari kita dengan membayar denda yang ditentukan. Dan sebenarnya denda yang diberikan seharusnya di transfer ke rekening tertentu milik negara bukan langsung dibayar ke polantas sehingga akan masuk ke dalam dompet polantas tersebut. Ironisnya, rekening yang dilkukan untuk pentransferan denda pelanggaran sangat jarang bahkan sangat tidak mungkin digunakan dalam proses pembayaran denda.

Apalagi sang pelanggar sudah ketakutan dahulu dengan nilai-nilai denda menurut hukum yang berlaku dan jumlahnya sangat tidak sedikit seperti pada tabel di bawah ini:



Bukankah akan lebih menakutkan untuk sang pelanggar? Sehingga pola pikirnya pun menjadi terpola sebagai pola pikir orang Indonesia. Mereka lebih memilih untuk bayar murah meskipun masuk ke dompet polisi daripada bayar mahal namun masuk ke uang kas untuk negaranya sendiri. Betapa bahayanya jika hal ini terus menjadi pola pikir untuk anak-cucu mereka nanti. Sehingga hukum pun hanya sekedar tulisan bukan tindakan yang seharusnya diaplikasikan. Pekerjaan DPR dan MPR pun hanyalah percuma belaka untuk membuat hukum tersebut dengan proses yang panjang dan dengan digaji oleh uang rakyat. Memang tidak bisa dipungkiri denda yang diberikan sungguh luar biasa besar dibandingkan dengan penghasilan orang Indonesia kebanyakan, namun denda yang diberikan sebenarnya hanyalah gertakan untuk menakut-nakuti agar jangan sampai terjadi pelanggaran tersebut, namun biasanya para pelanggar tidak mengetahui adanya hukum pelanggaran dan dendanya yang luar biasa ini sehingga ketidaksengajaan maupun kesengajaan yang dilakukan dalam pelanggaran akan terjadi dan terulang.

Apabila hukum ini dapat disosialisasikan secara merata untuk masyarakat banyak, pasti akan berkurangnya dengan signifikan segala bentuk pelanggran lalu lintas dan terlebih utama lagi peraturan yang telah dibuat tersebut dapat secara nyata teraplikasikan dalam masyarakat sehingga tidak akan terjadinya lagi pelanggaran untuk kedua kalinya karena kapok dan sangat merugikan.

Apabila tingkat kecelakaan lalu lintas semakin bertambah juga akan merepotkan polantas, bukannya sebaiknya mereka juga bekerja sama kepada para pengguna lalu lintas untuk mengikuti peraturan yang berlaku dan mererapkan peraturan pelanggaran dengan sesuai hukum yang berlaku pula. Hal ini dilakukan tidak lain hanyalah untuk terciptanya keamaan bersama.

6 comments:

  1. Disisi lain kita sebagai pengguna jalan malas juga kalo harus ngurus tilang ke pengadilan. Mending sidang ditempat aja. 20 ribu rupiah beres deh. hehehe

  1. ya tergantung org nya pilih yg mana,hahha..
    Visit back

  1. sebenarnya cuma gara2 oknum juga sih yang seperti itu akhirnya jadi nama polantas yang jelek....

  1. kalo polisinya tegas dan bener, dia pasti nolak walaupun masyarakatnya nawari 'damai di tempat'. Dg begitu gue rasa masyarakatnya jg jd mikir dua kali buat nyogok.

  1. Polisi yang lagi ngadain razia itu hebat. Dari jauh, ga keliatan. Pas udah deket, baru keliatan sambil nenteng tongkat Nidji. Ajaib.

  1. sumpah ini polantas menyebalkan.menghambat perjalan banget. bangke !
    oia.mau nanya juga.ini bikin layout kertas diblog gini gimana?minta linknya dong.makasih:)

Post a Comment